Oseng Tempe Gembus Kulit Melinjo, Menu Murah Masyarakat Pacitan

SP - Rabu, 22 Januari 2020 21:01 WIB
Oseng Tempe Ampas Tahu, Kulit Melinjo Menu Murah Masyarakat Pacitan undefined

Siapa yang tak kenal tempe gembus? Tempe dengan tekstur sangat lemut tersebut merupakan salah satu makanan tradisional, hasil fermentasi ampas tahu oleh kapang tempe Rhizopus spp. Tempe gembus belum dikenal orang sebelum terjadinya Perang Dunia kedua, dan baru mulai dimakan penduduk di Jawa sekitar tahun 1943 ketika persediaan makanan di perdesaan mulai menipis.

Meskipun berasal dari sisa pembuatan makanan, tempe gembus masih mengandung cukup kadar gizi. Namun demikian, dibandingkan dengan tempe kedelai, tempe gembus memiliki kadar protein dan lemak yang lebih rendah, kandungan energi yang hanya sekitar setengahnya, namun dengan kadar serat makanan yang lebih tinggi.

Dilansir dari https://id.wikipedia.org, tempe gembus seperti halnya tempe kedelai sama-sama memiliki kandungan jenis asam amino yang sama tetapi kadar yang jauh lebih kecil. Di samping itu tempe gembus mengandung asam-asam lemak esensial, di antaranya asam linoleat (21,51%), asam lemak tak jenuh oleat (16.72%) dan linolenat (1.82%). Tempe gembus juga mempunyai kandungan senyawa isoflavon berupa daidzein dan genistein. Kadar daidzein dan genistein tertinggi didapati pada tempe gembus hasil fermentasi hari ke-3, yaitu berturut-turut sebesar 9,868 µg/g dan 3,480 µg/g.

Tempe gembus masih menjadi favorit masyarakat Pacitan. Tempe gembus disajikan dalam berbagai bentuk hidangan, seperti digoreng dengan tepung terigu bumbu ketumbar, bawang, dan garam, dimasak sebagai sayur bersama-sama ikan kalakan khas Pacitan dengan santan kental nyemek serta taburan daun kemangi, dan yang tak kalah pentingnya adalah hidangan oseng dikombinasi dengan kulit melinjo.

Tempe gembus disukai masyarakat terlebih mereka yang tinggal pedesaan bahkan diperkotaan karena harganya yang sangat murah dan terjangkau. “Dengan 2000 rupiah saja sudah dapat banyak ditambah kulit melinjo yang juga murah. Dioseng sudah jadi satu wajan, cukup untuk makan sehari. Lombok metik di belakang rumah. Jadi bisa ngirit”, ungkap salah seorang warga Desa Tanjungsari saat dikonfirmasi halopacitan (22/01/2020).

Bagikan

RELATED NEWS