Pondok Pesantren Wates, Lahir Tahun 1926 dan Gabungkan Sistem Modern dan Salafiah

AZ - Jumat, 07 Desember 2018 10:08 WIB
Pondok Pesantren Wates undefined

Halopacitan, Pacitan—Menurut data yang diperoleh dari Kantor Kementerian Agama, Kabupaten Pacitan, saat ini tercatat ada 35 pondok pesantren (ponpes) dengan yang paling tua adalah pondok pesantren Tremas yang juga menjadi satu-satunya ponpes salafi di Pacitan.

Selain Tremas, pondok pesantren yang cukup tua adalah Ponpes Wates. Ponpes yang beralamatkan di Jalan Maulana Malik Ibrahim No 48. Dusun Ngetol, Desa Widoro, Kecamatan Pacitan tersebut berdiri pada tahun 1926, dengan pendiri awal Kiai Mukti Toyib, kemudian Kiai Mahmud, dan saat ini dipimpin KH. Asmuni.

Lingkungan pondok pesantren sekitar 1,5 kilometer dari jalan raya Pacitan- Ponorogo dengan suasana pada cukup tenang, sejuk, jauh dari keramaian dan nyaman untuk melakukan misi pembelajaran. Sistem pembelajaran pada Ponpes Wates ini perpaduan antara pondok modern dan salafiyah yang mengutamakan penggunaan ahasa Inggris dan bahasa Arab pada pembelajarannya maupun kesehariannya.

"Saat ini santri putra maupun putri MTs/MA ada sekitar 85 lebih. Kalau pembelajaran dan bahasa keseharian saat ini sudah 40-50% untuk menerapkan bahasa Inggris dan bahasa Arab, karena kita masih kekurangan tenaga untuk memaksimalkan. Insyaallah ke depan arahnya ke situ ya mudah-mudahan saja," ungkap M. Halim, keturunan generasi ketiga pendiri Ponpes Wates, Rabu (05/12/2018).

Ponpes Wates ini masih memiliki ikatan dengan Ponpes Al Falah di Karangrejo, karena pendiri dari kedua pesantren tersebut masih memiliki ikatan saudara. Di Ponpes Wates ini, biaya bagi santri yang mondok cukup terjangkau dan hanya mengeluarkan uang setiap bulannya Rp250.000, dengan rincian untuk makan Rp200.000 dan Rp50.000 untuk keperluan operasional.

"Kalau santri yang makannya di rumahnya sendiri hanya mengeluarkan biaya Rp50.000, untuk operasional bayar listrik dan sebagainya," ujarnya.

Ponpes Wates ini pernah memiliki santri hingga 100 lebih pada waktu pengasuh pendiri pertama Ponpes. Namun, juga pernah vakum, sebelum tahun 2011.

"Vakum dalam arti santri sedikit dan hanya dari lingkungan sekitar saja, namun setelah 2011, santri dari 12 kecamatan ada, bahkan dari luar daerah seperti Indramayu, Semarang dan lainnya juga ada," katanya.

Bagi santri kelas akhir di Ponpes Wates ini, akan diuji langsung dengan praktik mengajar menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris.

" Kita utamakan Bahasa Inggris dan Bahasa Arab, Karena sistem di ponpes ini perpaduan antara pondok modern dan salafiyah, kalau pendidikan formalnya sama dari Kemenag, tetapi kalau penggunaan bahasa saya ambil dari Pondok Gontor, kalau ajaran kitab-kitabnya saya ambil dari lingkungan, karena kebanyakan lingkungan di sini dulu mondok di Tremas," terang M. Halim.

Bagikan

RELATED NEWS