Tak Hanya Pintar, Anak Pacitan Harus Berkarakter

AZ - Senin, 29 Juli 2019 07:00 WIB
Dr. Sri Pamungkas, S.S., M.Hum. undefined

Fokus yang akan dicapai dalam rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2020 adalah pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan pertumbuhan berkualitas. Sementara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2045 menekankan pada lima prioritas nasional yaitu pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan; infrastruktur dan pemerataan wilayah; nilai tambah sektor riil, industrialisasi dan kesempatan kerja; ketahanan pangan, air, energi dan lingkungan hidup; dan stabilitas pertahanan dan keamanan.

Untuk mencapai kelimanya tentu dibutuhkan sumber daya manusia berkualitas, berdaya saing, terdidik, berkarakter, terampil, sehat dan produktif. Pencapaian SDM yang berkualitas tentu tidak bisa dilakukan secara instan tetapi perlu direncanakan dan dilaksanakan secara bertahap. Fokus pencapaian hendaknya tidak sakadar asal dana terserap tetapi juga harus dilihat skala prioritas.

Literasi atau kemampuan dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah, menjadi hal yang sangat perlu untuk mendapatkan porsi dalam pengejawantahan RPJMN 2020-2045 seperti tersebut di atas. Mengingat posisi Indonesia yang masih memprihatinkan yaitu berada di peringkat 60 dari 62 negara yang disurvei.

Angka literasi yang rendah tersebut berbanding terbalik dengan posisi pengguna media sosial (facebook, twitter, dll) Indonesia berada pada posisi lima besar dunia. Gejala ‘merakyatnya’ gadget yang merambah pada kaum tua hingga anak-anak perlu mendapatkan perhatian lebih, jangan sampai anak-anak Indonesia tumbuh menjadi pribadi yang individualistis, karena mulai meninggalkan orang-orang di sekitarnya dan gadget-lah yang menjadi sahabatnya setiap saat.

Dalam hal demikian, orang tua juga harus peduli, karena memberikan fasilitas gadget dan membiarkan anak bermain gadget dalan waktu lama setiap harinya akan membentuk pola yang tidak sehat. Anak-anak sejak dini harus diajarkan bahwa mereka adalah juga bagian dari masyarakat di sekitarnya sehingga mereka harus pula diajarkan untuk bagaimana mereka bersikap, menghormati dan menghargai orang lain.

Literasi diyakini akan berkontribusi dalam meminimalkan tingkat stress anak dan kecenderungan anak-anak pada gadget. Program mulia pemerintah seperti tersebut di atas hendaknya dibarengi dengan kebijakan populis para pemimpin daerah.

Artinya, jangan sampai pincang, tidak seimbang antara program pusat dan daerah. Literasi harus menjadi salah satu gerakan yang terimplemetasi baik, sampai dengan tingkat kabupaten bahkan kecamatan dan desa. Hal ini penting dilakukan untuk menyiapkan generasi di era 4.0 seperti saat ini sehingga anak-anak tidak gagap teknologi tetapi sebaliknya mereka akan meggunakan IT dengan bijaksana.

Peran masyarakat untuk mewujudkan penyiapan sumberdaya manusia yang berkualitas tentu menjadi bagian penting untuk kokohnya Indonesia sekarang dan yang akan datang. Menjawab semua permasalahan tersebut diperlukan pemikiran kreatif dan inovatif untuk memberikan ruang-ruang berekspresi termasuk untuk anak-anak.

Pekan Literasi yang diselenggarakan oleh Community Learning Center DBOECAHS Pacitan yang dilaksanakan 1 sampai dengan 7 Juli 2019 lalu merupakan wujud kolaborasi sistem pendidikan (baca: kurikulum) yang menyeimbangkan antara IQ (intelligence Quotient), EQ (emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient).

Pekan Literasi memberikan makna tersendiri pada diri anak-anak yang biasanya membutuhkan role model dalam proses pembelajaran selain juga pembiasaan-pembiasaan yang dibangun. Pembiasaan shalat dhuha di pagi hari, dilanjutkan dengan mengaji, dan setelah itu berliterasi (teknik menggambar, mewarna, teknik membaca puisi, teknik mendogeng, dan lain-lain) diharapkan berkotribusi positif untuk pengembangan minat anak mengingat setiap anak mempunyai delapan komponen kecerdasan dengan kecenderungan masing-masing.

Acara Pekan Literasi Anak yang diselenggarakan oleh Community Learning Center DboecahS Pacitan tersebut mendapatkan apresiasi positif dari pemerintah daerah dan sejumlah pihak. Piala Bupati Pacitan dan Bunda Literasi (Ibu Lucky Indartato) menjadi salah satu magnet anak-anak Pacitan mulai berkompetisi dalam hal literasi.

Demikian juga dengan support dari para donatur seperti Halopacitan, GS Family, Komunitas Menulis Pacitan, Populer Foto dan Video dan sejumlah pihak yang turut berkontribusi untuk menanamkan jiwa literasi pada anak sehingga mereka akan belajar menghargai proses daripada sekedar hasil akhir. Hal itu disebabkan pada era 4.0 benar-benar harus ditekankan bagaimana mereka tumbuh menjadi anak-anak yang berani, peduli dan terus berinovasi untuk berprestasi dalam hal apa pun, sehingga delapan kecerdasan pada diri anak akan berjalan beriringan.

Revolusi industry 4.0 jangan sampai memberikan efek negatif pada generasi Indonesia seperti phubbing atau phone snubbing yakni tindakan acuh tak acuh seseorang di dalam sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gadged daripada membangun sebuah percakapan.

Hal terpenting dalam pola pendidikan anak di masa golden age adalah penguatan karakternya, karena anak-anak hari ini adalah masa depan Indonesia sehingga perlu kiranya membekali mereka dengan hal-hal positif.

Orientasi pendidikan di era 4.0 tidak hanya bersandar pada bagaimana seorang anak cerdas dalam hal mata pelajaran tetapi lebih pada bagaimana mereka menjadi pribadi yang berkarakter Indonesia. Para pendidik tidak boleh anti dengan anak yang berpikir kritis, memberikan ruang-ruang kreatifitas dan inovasi, dengan tidak memaksakan diri pada anak yang minatnya pada kepenulisan tetapi juga harus super mahir dalam hal bermusik, demikian pula sebaliknya, anak-anak pun harus didampingi untuk matur ‘berbicara yang baik dan benar’ mampu bekerja dengan tim dengan demikian akan tumbuh rasa percaya diri pada anak. Dan semua itu menjadi tugas kita semua.

Dr. Sri Pamungkas, S.S., M.Hum adalah pakar pendidikan dan tinggal di Pacitan

Bagikan

RELATED NEWS