Tempe Mlanding, Legenda Yang Mulai Menghilang

AZ - Jumat, 19 Juli 2019 07:00 WIB
Tempe mlanding undefined

Halopacitan, Arjosari— Jika pada umumnya menggunakan bahan utama kedelai, tempe mlanding menggunakan biji lamtoro. Sayangnya, makanan lezat ini semakin sulit ditemukan.,

Selain bahan baku susah untuk dicari perajinnya yang rata-rata masih memakai tehnik produksi tradisional sudah jarang ditemui.

Gitun, salah satu perajin tempe mlanding di RT12 /RW 05 Dusun Suko Desa Mlati menuturkan bahwa saat ini bahan baku untuk membuatnya sudah sangat susah dicari. "Dahulu bahannya tinggal memetik di pekarangan, sekarang harus pesan pedagang dari Ponorogo nanti saat hari pasaran Kliwon bertemu di pasar Arjosari," jelasnya saat ditemui Halopacitan, Jumat (19/07/2019).

Menurut Gitun, saat ini di Desa Mlati hanya tinggal empat perajin dan rata-rata sudah berusia senja. "Dahulu banyak yang bikin, sekarang tinggal beberapa. Selain itu pembeli lebih memilih tempe kedelai," ucap wanita 67 tahun itu.

Selain kesulitan bahan baku, Gitun mengatakan selain kesulitan bahan baku, sisi kegunaan dan jumlah peminat yang tidak banyak membuat perajin malas memproduksi tempe mlanding. Menurutnya, tempe mlanding hanya bisa digunakan sebagai lauk dengan digoreng atau direbus. Sedangkan tempe kedelai bisa diolah menjadi bermacam-macam menu masakan. "Tempe mlanding sekarang hanya jadi klangenan [saat orang ingin], tidak lagi jadi lauk utama," jelas Gitun.

Menurut Gitun tempe tersebut pernah mengalami masa kejayaan pada saat tanaman kedelai belum banyak di Pacitan dan belum ada kedelai dari luar negeri. "Zaman susah, saat sebelum meletus Gestok [Pemberontakan G30S/PKI] yang sering dibuat tempe ya lamtoro ini. Tempe kedelai adanya pada saat panenckedelai," ucapnya. Namun

sekarang komoditas kedelai setiap hari ada di pasar. Hal ini yang membuat perajin tempe mlanding beralih ke tempe kedelai. "Saya sekarang juga lebih banyak membuat tempe kedelai daripada mlanding," lanjut Gitun.

Gitun juga menjelaskan perbedaan mendasar antara tempe kedelai dengan tempe mlanding selain bahan bakunya, peragiannya juga berbeda. Jika tempe kedelai menggunakan ragi dari tepung beras, tempe mlanding menggunakan ragi dari tepung gaplek, yaitu singkong kering yang ditumbuk halus. "Padahal sekarang ini harga tepung gaplek lebih mahal daripada tepung beras, raginya saya buat sendiri," jelasnya.

Saat ditanya keuntungan berjualan tempe mlanding, wanita yang tinggal dengan dua orang anaknya tersebut mengaku tidak pernah menghitung berapa uang yang bisa ia hasilkan dari membuat tempe. Baginya, saat menjual tempe hasil produksi yang biasa ia jual di pasar Desa Mlati dan Gondosari tersebut yang penting dagangan laku dan pulang bisa membawa uang serta belanjaan kebutuhan harian.

"Yang penting, berangkat ke pasar membawa tempe, pulang membawa beras dan kebutuhan lainnya dan uang sisa untuk membeli bahan baku kembali. Alhamdulillah sampai saat ini bisa untuk menyekolahkan anak hingga mereka menikah," ucap Gitun.

Bagikan

RELATED NEWS