Tim Gugus Tugas: Ini Permasalahan Dibalik Meledaknya Kasus COVID-19 di Pacitan

SP - Rabu, 14 Oktober 2020 13:41 WIB
Ilustrasi : COVID-19 Pacitan Meledak, Ini Permasalahan Pemicunya undefined

Meledaknya kasus COVID-19 di Pacitan utamanya di Bulan Oktober 2020 mengagetkan semua pihak. Pasalnya mulai terjadi di Bulan April 2020 Pacitan terbilang masih rendah angka penularannya. Namun, baru pertengahan Oktober 2020 sudah terjadi 62 kasus COVID confirm di Pacitan.

Perlu diketahui bahwa sampai saat ini hasil swab yang belum keluar sebanyak 400 sampel, dan malam ini (red: Selasa/13/10/2020) dikirim sebanyak 280 sampel swab ke Surabaya.

Perlu diketahui bahwa penularan COVID-19 di Pacitan utamanya di Bulan Oktober terbilang signifikan. Dalam rapat evaluasi Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Selasa (13/10/2020), dilaporkan bahwa pada April 2020 teradi 4 kasus COVID confirm, Mei 10 kasus, Juni 10 kasus, Juli 32 kasus, Agustus 28 kasus, September 25 kasus. Sementara itu, di bulan Oktober meledak, yaitu 62 kasus ditambah kasus positif yang terjadi kemarin 6 orang.

Menanggapi hal tersebut Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (TGTPP) COVID-19 Pacitan, Rahmad Dwiyanto, juga menyampaikan bahwa Gugus Tugas telah melakukan evaluasi.

“Meledaknya kasus COVID-19 di Pacitan menjadi perhatian kita bersama. Sampai saat ini tercatat 6 kluster penularan COVID-19 di Pacitan, Kluster Sukolilo (5), Temboro (10), kluster PLTU (35), kluster tenaga kesehatan (2), kluster Perbankan (40) dan kluster lain-lain (71)”.

Berbagai permasalahan yang disinyalir menjadi semakin merebaknya COVID-19 Pacitan dari hasil evaluasi tim gugus tugas adalah sebagai berikut.

  1. Kepatuhan protokol kesehatan masyarakat masih rendah
  2. Masyarakat masih banyak yang menyangsikan kebenaran dan keberadaan COVID 19. Banyak diantaranya yang masih menganggap bahwa COVID-19 adalah proyek
  3. Stigma negatif dari masyarakat tetang COVID-19 sehingga yang reaktif dikucilkan
  4. Kejujuran yang kurang
  5. Masyarakat ada yang menolak dilakukan swab, karena takut bila hasilnya positif dikucilkan oleh masyarakat sekitar

“Terjadi permasalahan yang kompleks dengan peningkatan jumlah positif COVID-19 Pacitan. Mulai kepatuhan protokol kesehatan, berpikir COVID adalah proyek, stigma masyarakat teradap yang positif COVID, kejujuran yang kurang, dan masih banyaknya masyarakat yang menolak swab”, kata Rahmad.

“Kami juga sedang berpikir keras untuk bisa memberikan pelayanan maksimal dan optimal kepada mereka yang dinyatakan positif COVID dan harus tinggal di wisma atlet. Permasalahan yang muncul adalah terkait ketersediaana tempat tidur, jumlah nakes yang merawat di wisma atlet, tenaga pengamanan terpecah karena harus terkonsentrasi untuk 2 hal, yaitu PILKADA dan COVID”, imbuhnya.

Perlu diketahui, hasil rapat evaluasi Tim Gugus Tugas mencapai sebuah kesepakatan yang terangkum dalam rekomendasi sebagai berikut. Peningkatan edukasi protokol kesehatan 3 M, meningkatan 3 T, dilakukan peyemprotan disinfekctan secara berkala, diharapkan ada kerja sama dengan komponen masyarakat untuk melakukan disinfectan sendiri, pengawasan pedatang dan pekerja luar kota. Tenaga kerja yang rumahnya luar kota diharapkan tidak sesering mungkin pulang ke rumahnya di luar kota, melakukan pembatasan kegiatan yang menimbulkan kerumunan orang, menyediakan cadangan tempat isolasi, penyediaan nakes, meningkatkan disiplin protokol kesehatan.

Dr. Sri Pamungkas, M.Hum., salah satu dosen STKIP Pacitan menyampaikan pandangannya, “Untuk memberikan edukasi pada masyarakat jangan hanya sekedar baliho atau semacam himbauan melalui tulisan. Daya baca masyarakat kita masih rendah, literasi masyarakat Pacitan masih perlu dibarengi dengan langkah nyata. Dasawisma sebagai organisasi masyarakat terkecil di lingkungan sebaiknya dioptimalkan. Ibu-ibu akan ikut serta mengedukasi anggota dawisnya. Dengan melakukan gerakan ini tentu akan lebih mudah pengawasannya, sasaran jelas dan biaya sangat-sangat rendah”, ungkap praktisi literasi ini pada halopacitan, Selasa (14/10/2020).

Bagikan

RELATED NEWS