Halo Budaya

Fatayat NU Pacitan Poles Upacara Tingkeban

  • Tradisi tingkeban adalah upacara adat jawa dalam rangka 7 bulanan bayi dalam kandungan atau upacara 7 bulanan kehamilan khusus untuk anak pertama,
Halo Budaya
Dias Lusiamala

Dias Lusiamala

Author

PACITAN-Menjaga tradisi  ditambah kembangkan inovasi. Itulah yang sedang dilakukan Pengurus Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama (PC Fatayat NU) Kabupaten Pacitan  dengan menggelar acara Halal bi Halal dan Ngaji Budaya Tingkeban, pada Jumat (27/5/2022) berlokasi Jl. Letjend S. Parman No.48, Krajan, Pucangsewu, Pacitan.

Tradisi tingkeban adalah upacara adat jawa dalam rangka 7 bulanan bayi dalam kandungan atau upacara 7 bulanan kehamilan khusus untuk anak pertama, dalam tradisi ini biasanya memakai prosesi siraman dengan air kembang, dan memilih hari khusus sesuai hitungan tanggal jawa.

Tingkeban adalah upacara terakhir sebelum kelahiran, yang diperuntukkan untuk mendoakan ibu dan calon bayi agar selamat dan bisa melahirkan normal.

Dengan tetap mempertahankan tradisi tingkeban tersebut Pengurus Cabang Fatayat NU melakukan inovasi yaitu menyederhanakan prosesi tingkeban, agar masih linear dengan syariat ajaran agama islam. Seperti menganti prosesi siraman, dengan menggelar acara doa bersama memohon agar dimudahkan dalam prosesi lahirannya kepada Allah. Biasanya pada acara ini turut dihadiri para keluarga dan ibu-ibu tetangga di sekitar.

Ketua Pengurus Cabang Fatayat NU Pacitan, Murtiyaningsih mengatakan bahwa, kegiatan ini dimaksudkan untuk melestarikan dan merawat tradisi yang sudah mengakar di masyarakat, khususnya Pacitan. Sasarannya adalah kaum wanita khususnya ibu-ibu dan umum. Praktek dari tradisi tingkeban ini nantinya akan dibalut dengan syariat Islam.

“Pemahaman para ibu tentang Tingkeban baik segi syariat maupun budaya harus diperkuat. Ini merupakan sarana dakwah sekaligus mendukung program pemerintah dalam melestarikan budaya tradisional,” kata Murtiyaningsih, (27/05/2022).

Tak hanya itu, kegiatan ini dirangkaikan dengan halal bihalal antar banom (badan otonom) NU. Murti juga mendatangkan pemateri berkompeten dalam bidang sejarah dan budaya dari kalangan akademisi Pacitan.

“Bukan hanya melestarikan budaya dan tradisi. Ke depan harapannya program kami bisa diimplementasikan sehingga sinergitas dengan semua pihak bisa ditingkatkan dan menjadi formulasi baru,” jelas Murtiyaningsih.

Dalam kesempatan itu turut hadir sebagai pemateri yakni Kepala Program Studi Sejarah, STKIP PGRI Pacitan, Heru Arif Pianto yang mengulas asal-usul budaya Tingkeban dan pelestariannya di Kabupaten Pacitan.