PACITAN-Jamu telah mengakar dengan budaya dan kehidupan masyarakat. Sudah sejak jaman dulu minuman berkhasiat ini menjadi barang dagangan yang dijual secara berkeliling dan kemudian memunculkan istilah jamu gendong. Artinya jamu yang dijual dengan cara digendong berkeliling kampung.
Di Pacitan pedagang jamu keliling masih bisa dijumpai di pasar tradisional. Tetapi biasanya tidak lagi digendong. Ada yang berkeliling menggunkan sepeda angin dan ada yang menggunakan sepeda motor. Kebanyakan yang jualan ibu-ibu. Yang jadi ciri khas bercak kuning bekas memeras kunyit ditanganya, masih belum hilang.
Saat pandemi memukul hampir semua sektor ekonomi, jamu justru melejit. Hal ini karena jamu diyakini mampu meningkatkan imun tubuh.
“Alhamdulillah pas pandemi itu banyak yang pesan ke rumah, tetangga dan beberapa langganan saya,” kata Sunarti (58) pedagang jamu keliling kepada Halopacitan Minggu (27/2/2022)
Sebelum adanya obat-obatan, masyarakat di Indonesia, sudah terlebih dahulu minum jamu. Jamu menjadi andalan para ibu saat keluarganya sakit. Seperti jamu beras kencur yang dipercaya khasiatnya untuk menghilangkan pegal-pegal, meringkan batuk hingga menambah nafsu makan.
Narti biasanya membuat lebih dari 5 jenis jamu, seperti jamu kunyit asem, jamu paitan, jamu beras kencur, jamu asam sirih, jamu temulawak. Harga jamunya pun Rp3000 per gelasnya, harga ini terbilang murah dibanding dengan khasiat yang diberikan.
Rute keliling Narti, dari rumahnya Blumbang Ploso kemudian ke parkiran Pasar Minulyo – Baleharjo – Bapangan – Bangunsari – kembali ke rumahnya lagi. Dia berkeliling sejak pukul 05.30 wib. Jamu yang paling banyak dibeli adalah jamu kunyit asem dan beras kencur.