PACITAN-Salah satu penemuan di Gua Song Agung dalam penelitian Goenadi Nitihaminoto dari Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 1988 adalah sejumlah potongan tulang yang beberapa di antaranya sudah menjadi fosil.
Proses fosilisasi adalah proses penggantian unsur-unsur organic menjadi unsur-unsur anorganik yang berasal dari lingkungan tempat benda itu berada. Proses perubahan itu paling sedikit memerlukan waktu 7 000 tahun.
Berdasarkan hal itu maka fosil-fosil hewan yang ditemukan di gua ini minimal dapat ditanggali dari waktu tersebut, yaitu 7000 tahun atau lebih. Apabila waktu tersebut dikembalikan ke belakang, maka dapat dimasukkan dalam Masa Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut dengan budaya mesolitik di dalamnya.
Bila dilihat dari jenls hewannya yaitu bovldae, ursidae, dan macaca ap, maka habitatnya adalah hutan dan padang rumput. Bovidae dapat hidup di hutan ataupun di padang rumput. Macaca ap dan ursidae, hidup dalam hutan.
Habitat seperti ini tampaknya masih sesuai dengan keadaan lingkungan gua Song Agung, se-hingga hewan-hewan tersebut dapat diduga berasal dari daerah sekitar gua.
Karena tulang hewan tersebut ditemukan di gua Song Agung dalam keadaan terpecah-pecah seperti disengaja, maka diduga bahwa hewan-hewan tersebut dijadikan salah satu bahan makanan penghuni gua yang hidup pada masa berburu dan mengumpul makanan tingkat lanjut.
Perkiraan ini didasari oleh adanya kenyataan bahwa tulang-tulang tersebut dipecah sebelum mengalami proses fosilisasi. Penghuni gua ini adalah manusia yang hidup semasa dengan fosil-fosil tulang tersebut.
Temuan gigi manusia dari situs ini berasal dari gigi penghuni gua tersebut karena mempunyai ciri sama dengan temuan gigi manusia dari Gua Lawa, Sampung.
Salah satu budaya penghuni gua ini adalah mata panah yang berdasar bulat. Dengan demikian subfosil tu!ang manusia yang ditemukan dari gua ini bukan penghuni pertama gua Song Agung, karena penghuni pertama telah ditemukan fragmen giginya
Waktu yang supaya suatu benda organik merijadi sub-fosil belum diketahui dengan pasti. Konsultasi pribadi peneliti dengan Guru Besar bidang antropologi ragawi Universitas Gajah Mada Prof T. Jacob memperkirakan bahwa untuk tingkat subfosil tersebut, dibutuhkan waktu sektar 5000 tahun. Dengan demikian tingkat ini memerlukan waktu kurang dari 7000 tahun.
Apabila perkiraan itu benar, maka tulang-tulang manusia yang berupa subf osil tersebut merupakan penghuni gua Song Agung sesudah penghuni pertama yang berasal dari 7000 tahun yang lalu.
Masa sesudah 7000 tahun adalah Masa Bercocok Tanarn dengan budaya neolitik. Masa ini di Indonesia berkisar antara 3500-2500 SM atau antara 5500-4500 tahun yang lalu.
Dengan dernikian dapat diduga bahwa kedua alat batu yang diternukan di gua tersebut yaitu alat serpih dan alat bilah rnerupakan budaya dari penghunian gua yang kedua, yang-tulangnya masih berupa sub fosil.
Kesimpulan dari penelitian Goenadi Nitihaminoto itu adalah dapat diperkirakan Song Agung pernah dihuni dalam tingkatan waktu yang berbeda. Mungkin kehidupan itu terjadi sejak masa berburu dan mengumpul makanan tingkat lanjut, kemudian dilanjutkan pada waktu sesudahnya, yaitu pada masa bercocok tanam.
Mungkin hunian di Song Agung iniberlanjut lagi sampai masa bercocok tanam berakhir. Masa hunian sesudah masa bercocok tanam mungkin dimulai pada abad 13M.
Mereka mungkin tidak menetap di dalam gua lagi melainkan tinggal di luar gua. Pada saat tertentu mereka datang ke gua untuk memberikan sesaji sebagai penghormatan terhadap penghuni atau roh nenek moyang yang dianggap tinggal di dalam gua.