Melacak Bengkel Manusia Purba di Ngrijangan Pacitan (Bagian Terakhir): Song Agung Sangat Lama Dihuni

Sabtu, 22 Januari 2022 13:34 WIB

Penulis:Amirudin Zuhri

ilustrasi
ilustrasi (ISt)

PACITAN-Salah satu penemuan di Gua Song Agung dalam  penelitian Goenadi Nitihaminoto dari Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 1988 adalah sejumlah potongan tulang yang beberapa di antaranya sudah menjadi fosil. 

Proses fosilisasi adalah proses penggantian unsur-unsur organic menjadi unsur-unsur anorganik     yang  berasal  dari lingkungan tempat benda itu berada. Proses perubahan itu paling sedikit memerlukan waktu 7  000 tahun.

Berdasarkan hal itu maka fosil-fosil hewan yang ditemukan di gua ini minimal dapat ditanggali dari waktu  tersebut, yaitu 7000 tahun atau lebih.    Apabila waktu tersebut dikembalikan ke  belakang, maka  dapat dimasukkan dalam  Masa   Berburu dan  Mengumpul  Makanan   Tingkat Lanjut dengan budaya mesolitik di dalamnya.

Bila dilihat dari  jenls hewannya  yaitu bovldae, ursidae, dan macaca ap, maka habitatnya adalah     hutan dan   padang rumput.  Bovidae dapat hidup di hutan  ataupun di padang rumput. Macaca ap dan ursidae, hidup dalam hutan. 

Habitat seperti ini tampaknya masih sesuai dengan keadaan lingkungan  gua Song Agung, se-hingga  hewan-hewan tersebut dapat diduga berasal dari daerah sekitar gua.

Karena tulang hewan tersebut ditemukan di gua Song Agung dalam keadaan terpecah-pecah seperti disengaja, maka diduga bahwa  hewan-hewan tersebut dijadikan  salah satu bahan     makanan penghuni gua yang hidup pada masa berburu dan  mengumpul makanan tingkat     lanjut.   

Perkiraan ini  didasari  oleh adanya  kenyataan bahwa tulang-tulang tersebut dipecah sebelum mengalami  proses    fosilisasi. Penghuni  gua ini adalah manusia yang hidup semasa dengan     fosil-fosil tulang  tersebut. 

Temuan gigi manusia dari  situs ini berasal dari gigi penghuni gua tersebut karena    mempunyai ciri  sama  dengan temuan  gigi   manusia dari Gua Lawa,  Sampung. 

Salah satu budaya penghuni gua ini adalah mata panah  yang berdasar bulat.  Dengan    demikian subfosil tu!ang manusia yang ditemukan dari  gua ini  bukan penghuni pertama gua    Song Agung, karena penghuni pertama telah ditemukan  fragmen  giginya 

Waktu yang supaya suatu   benda organik merijadi sub-fosil belum diketahui  dengan   pasti. Konsultasi pribadi peneliti dengan Guru Besar bidang antropologi ragawi Universitas Gajah Mada Prof T. Jacob memperkirakan bahwa untuk tingkat   subfosil tersebut,  dibutuhkan waktu sektar 5000 tahun. Dengan demikian tingkat ini memerlukan waktu kurang  dari 7000   tahun.   

Apabila perkiraan itu  benar,  maka tulang-tulang  manusia  yang berupa  subf osil tersebut merupakan penghuni gua Song Agung sesudah  penghuni pertama yang  berasal dari 7000   tahun yang lalu.

Masa  sesudah 7000  tahun  adalah  Masa Bercocok Tanarn  dengan budaya neolitik. Masa ini   di   Indonesia berkisar antara 3500-2500  SM atau antara 5500-4500 tahun  yang   lalu. 

Dengan    dernikian  dapat diduga bahwa  kedua  alat batu yang  diternukan di gua tersebut yaitu alat  serpih dan alat bilah rnerupakan budaya dari penghunian  gua yang kedua,  yang-tulangnya masih berupa  sub fosil.

Kesimpulan dari penelitian Goenadi Nitihaminoto itu adalah dapat diperkirakan Song  Agung pernah  dihuni   dalam   tingkatan     waktu yang   berbeda.   Mungkin   kehidupan  itu terjadi sejak   masa berburu dan   mengumpul  makanan tingkat lanjut, kemudian dilanjutkan pada  waktu sesudahnya, yaitu pada masa  bercocok tanam.     

Mungkin hunian di Song  Agung iniberlanjut lagi sampai masa bercocok tanam berakhir. Masa hunian sesudah  masa bercocok tanam mungkin dimulai  pada abad 13M.   

Mereka mungkin tidak menetap di dalam  gua lagi melainkan tinggal  di luar  gua.   Pada saat    tertentu mereka  datang ke gua untuk memberikan sesaji sebagai  penghormatan terhadap     penghuni  atau roh nenek moyang  yang dianggap tinggal di dalam  gua.