JAKARTA -Anggota Komisi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman mengatakan, penerapan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar dipastikan molor dari target awal, yakni pada bulan ini.
Menurutnya, hal ini karena pemerintah belum kunjung menerbitkan revisi anyar dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang sebelumnya ditargetkan rampung pada Agustus 2022 sebagai petunjuk teknis dari program pembatasan konsumsi BBM murah tersebut.
“Kalau bulan Agustus, penerapannya belum, karena revisinya belum terbit,” katanya dalam pernyataan tertulis, Rabu (3/8/2022).
Kendati demikian, Saleh berharap, revisi Perpres itu dapat rampung bulan depan untuk dapat segera diimplementasikan di tengah rata-rata konsumsi BBM bersubsidi yang diprediksi melebih kuota pada triwulan keempat tahun ini.
“Kami tunggu aturannya dulu baru diterapkan. Harapannya September,” ujarnya.
Adapun, BPH Migas bekerja sama dengan Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada sudah menyodorkan sejumlah kriteria untuk pembatasan pembelian BBM bersubsidi kepada pemerintah pada pertengahan tahun ini.
Rencananya, skema pembatasan pembelian JBKP pertalite bakal berpatok pada CC kendaraan. Nantinya, konsumen yang tidak mendapat akses untuk membeli pertalite adalah kendaraan roda dua dan empat dengan kapasitas mesin di atas 2.000 CC. BPH mengkategorikan kendaraan roda dua dan empat di atas 2.000 CC sebagai barang mewah.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga meminta pemerintah untuk menambah kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mencapai 7,65 juta kiloliter (KL) untuk menutupi potensi kelebihan permintaan masyarakat pada paruh kedua tahun ini.
Selain itu, PT Pertamina Patra Niaga juga memperkirakan terjadi peningkatan permintaan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang melampaui kuota tersedia pada tahun ini.
Berdasarkan perhitungan PT Pertamina Patra Niaga, estimasi permintaan untuk JBT solar mencapai 17,2 juta KL dan JBKP Pertalite di angka 28,4 juta KL.
Sementara itu, kuota tersedia untuk JBT solar hanya berada di angka 14,9 juta KL dan JBKP Pertalite sekitar 23,05 juta KL. Dengan demikian, terdapat kesenjangan ketersediaan kuota yang cukup lebar hingga 7,65 KL pada paruh kedua tahun ini. (Eff)