PACITAN-Harga kedelai yang kian melambung berdampak bagi produsen dan juga pedagang penjual tempe.
Namun bagi seorang penjual tempe bernama Misyem situasi ini tidak terlalu berpengaruh baginya. Pasalnya dia adalah penjual tempe benguk yang sudah lama di Pasar Minulyo.
Tempe benguk, merupakan makanan tradisional yang berbahan baku koro benguk. Tanaman dengan nama latin Mucuna pruriens ini cukup mudah ditemukan di kawasan pedesaan. Tumbuhan ini biasanya merambat di pohon atau pagar.
Tempe Benguk familiar di kalangan masyarakat Kota 1001 Gua. Untuk mendapatkan jenis lauk yang akrab dengan julukan Tempe Pondasi tidak terlalu sulit. Banyak kios dan lapak pasar tradisional yang menjajakan gorengan tempe benguk.
Lapak milik Misiyem, di Pasar Minulyo selalu menjadi jujugan pecinta tempe benguk. Perempuan 75 tahun itu mengaku setia membuat tempe benguk meski pembelinya tak sebanyak tempe kedelai.
"Saya sudah 20 tahun bikin tempe benguk. Sudah ada banyak pelanggan tetap yang sering kesini." kata Misyem saat ditemui di Pasar Minulyo Rabu (16/03/2022)
Misyem mengatakan bahwa proses pembuatan tempe benguk relatif berbeda dengan tempe kedelai. Karena biji benguk mengandung rasa pahit, maka perlu dilakukan perendaman selama 2 hari untuk menghilangkan rasa pahitnya. Itu juga yang membuat pembuatan tempe benguk memakan waktu yang terbilang lama, sekitar 5 hari.
Untuk bahan baku tempe benguk Misyem tidak mengalami kendala. Bahan baku koro yang digunakan Misyem berasal dari pedagang asal Solo, Jawa Tengah. Harga jual tempe benguk Misyem Rp1,000 per ikatnya.
Tempe benguk cocok diolah dengan cara digoreng tepung. Tempe benguk yang sudah mentas dari penggorengan paling enak dinikmati dengan segelas teh atau kopi hangat.