Upacara Tetaken
Halo Budaya

Tetaken, Upacara Adat Mengenang Berdirinya Desa Mantren Kebonagung

  • Upacara adat ini dilaksanakan setiap tahun secara rutin pada tanggal 15 Muharam menurut kalender Islam dan diwarisi secara temurun.
Halo Budaya
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

PACITAN-Tetaken merupakan upacara adat berupa ritual sedekah bumi yang dilaksanakan masyarakat di lereng Gunung Limo, tepatnya berada di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Pacitan. 

Upacara adat ini dilaksanakan setiap tahun secara rutin pada tanggal 15 Muharam menurut kalender Islam dan diwarisi secara temurun.

Tetaken merupakan salah satu potensi budaya di Pacitan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Culture Heritage dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Tetaken sendiri berasal dari kata “Tetekian”. Bahasa Sansekerta yang berarti "teteki" atau bertapa dan mendapat imbuhan “-an” sehingga menjadi “tetekian” yang berarti Pertapaan.

Upacara adat ini diadakan untuk mengenang sejarah Desa Mantren dan leluhur mereka yang “babat alas” untuk membuka lahan, yakni Kyai Tunggul Wulung. 

Setelah bertapa di Gunung Limo, Kyai Tunggul Wulung membuka lahan disekitar lereng Gunung Limo yang sekarang menjadi Desa Mantren dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Pacitan.

Rangkaian Tetaken diawali dengan proses pertapaan. Peserta pertapa akan melewati sejumlah tahap dan setelah selesai akan disambut warga yang umumnya berprofesi petani dengan menyuguhkan hasil bumi. Upacara adat ini ditutup dengan tarian Langen Bekso yang dilakukan secara berpasangan.