Melacak Nama Asli Sejumlah Gunung di Jawa

Amirudin Zuhri - Jumat, 17 Desember 2021 13:28 WIB
Gunung Merapi di perbatasan DIY-Jateng (BPPTKG)

PACITAN-Erupsi Semeru yang terjadi beberapa waktu lalu mengingatkan banyak orang bahwa banyak wilayah di Indonesia memiliki risiko tinggi dari dampak letusan gunung.

Sebagai wilayah yang terletak di ring of fire, Indonesia memang dikenal sebagai salah satu negara dengan sebaran gunung api yang cukup banyak. Data di Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) tercatat ada 76 gunung api di Indonesia.

Gunung juga telah memiliki banyak kisah bagi orang di sekitarnya. Sesuai kultur yang berkembang, gunung bagi orang Indonesia, terutama Jawa, bukanlah sekadar struktur geografi, tetapi bagian dari adat dan budaya sebuah masyarakat.

Di Jawa khususnya, gunung juga kerap dikaitkan dengan hal-hal lain. Pada masa lalu, letusan gunung kerap dikaitkan dengan tanda akan sebuah peristiwa besar yang terjadi. Termasuk kelahiran tokoh-tokoh besar. Tetapi sekali lagi itu adalah mitos dan kepercayaan lokal. Tidak mungkin ada pembuktian secara ilmiah.

Di Jawa banyak gunung tersebar. Sebut saja Merapi, Merbabu, Sumbing, Sundoro, Arjuna, Semeru dan sebagainya. Dan ternyata sebagian nama-nama itu bukanlah nama asli mereka.

Dalam buku berjudul Sejarah Tanah Jawa yang dia tulis bersama Dr Purwadi dan Harry Wijaya disebutkan nama-nama asli beberapa gunung di Jawa dan alasan kenapa diubah serta oleh siapa. Mengutip Serat Pustaka Raja Purwa karya R. Ng. Ranggawarsita buku itu menyebutkan salah satu nama gunung yang diubah adalah Merapi yang sebelumnya disebut sebagai Candrageni.

Dan bukan hanya Candrageni yang diubah namanya menjadi Gunung Merapi. Banyak yang lain. Sebut saja Gunung Kanda yang diganti nama Gunung Kendeng, Mahera diganti nama Gunung Anyar, Jamba diganti nama Gunung Bancak, Nilandusa menjadi Gunung Wilis dan Udarati diganti nama menjadi Gunung Arjuna.

Selain itu Gunung Mahendra jadi Gunung Lawu, Candramuka diganti Gunung Marawu atau Merbabu, Gunung Soda diganti menjadi Gunung Sumbing dan Gunung Sadara menjadi Gunung Sundara. Sayangnya buku itu tidak menyebut nama asli dari Semeru yang saat ini sedang dalam status Siaga. Tetapi gunung ini juga disebut dengan Semeroe, Smeru, Smiru.

Lalu siapa yang mengubahnya? Ranggawarsito menyebut nama Prabu Ajipamasa atau Prabu Kusumawicitra yang melakukan hal itu. Dikisahkan Prabu Kusumawicitra ketika masih beristana di Mamenang dan menguasai seluruh Pulau Jawa bergelar Prabu Ajipamasa. Perubahan nama itu disebut dilakukan pada tahun 919 S (tahun Jawa) atau 947 (Masehi).

Dalam karyanya Ranggawarsita juga mengkaitkan Merapi dengan mitos. Gunung ini disebut sebagai salah satu gunung yang menjadi pusat ritual. Disebutkan pada tahun wulambi 406 S (sekitar 500 tahun sebelum diubah namanya), Batara Laksmana, Batara Satyawaka, Batara Srita atau Batara Panyarikan, mengejawantah menuju Kayuwan, menghadap kepada Resi Setmata yang merupakan penjelmaan Dewa Wisnu.

Saat itu pemujaan terhadap Dewa Wisnu sudah sampai pada taraf yang berbahaya. Bahkan Wisnu sudah bukan dianggap dewa tetapi dukun oleh masyarakat. Untuk itu ketiga dewa yang datang tadi meminta agar Resi Setmata berpindah padepokan.

Resi Setmata akhirnya sepakat dan memilih padepokan baru di Gunung Candrageni. Gunung ini dipilih karena puncak gunung tersebut dipercaya sebagai tempat diterimanya pemujaan. Entah dari mana Ranggawarsito mendapat cerita yang terjadi 500 tahun sebelum pergantian nama itu. Bisa jadi dari Kakawin Bharatayudha karya Empu Panuluh yang memang menjadi salah satu naskah yang kerap jadi dasar dia membuat teori sosialnya.

Pertanyaannya siapa itu Prabu Ajipamasa. Meski raja namanya tidak setenar raja-raja lain seperti Ken Arok, Kertanegara, Samaratungga, Mulawarman dan sebagainya. Dalam catatan sejarah tidak banyak mencatat namanya. Tetapi jika benar mampu mengubah nama pastilah dia bukan orang sembarangan. Hanya orang dengan kategori “Wong Agung” yang bisa melakukan itu.

Berdasarkan keyakinan masyarakat Ajipamasa berasal dari Kediri dan pendiri Kerajaan Pengging. Nama Pengging masih ada sampai sekarang berada di Boyolali, Jawa Tengah. Pendirian kerajaan sekitar tahun 901 Caka sekitar tahun 979 Masehi.

Hanya sebagian ahli meragukan karena angka tahun menjadi tidak ketemu. Jika dia dari Kediri maka kerajaan Kediri justru ada jauh setelah Pengging. Angka tahun tersebut Kediri belum ada. Entah apakah Kediri masih berupa daerah belum kerajaan. Tetapi yang pasti Kediri diperkirakan berdiri baru pada abad 11.

Kerajaan Pengging justru masanya bersamaan dengan Kerajaan Medang atau Mataram Hindu yang berhasil membuat mahakarya Borobudur, Prambanan dan candi-candi besar lainnya. Kerajaan Pengging disebut juga Kerajaan Mamenang. Lagi-lagi hubungan Medang dan Mamenang tidak bisa dipastikan. Apakah Memenang bagian dari Medang. Atau kerajaan berbeda tetapi satu sekutu hingga hidup berdampingan. Yang pasti ditemukan prasasti yang ditandatangani oleh kedua raja kerajaan tersebut

Ketika kemudian Mataram Hindu hijrah ke Jawa Timur di masa Empu Senduk dan menempati wilayah di kaki Gunung Kelud, Kerajaan Pengging tetap ada. Artinya tidak terkena bencana besar yang disebut Pralaya yang menjadi sebab hijrahnya Medang. Mungkin dari sinilah Pengging menjadi kekuatan tunggal hingga memiliki pengaruh besar termasuk dalam mengubah nama gunung.

Benar atau tidak? Sulit untuk dibuktikan

Editor: Amirudin Zuhri

RELATED NEWS